Senin, 08 Desember 2014

Makalah Hukum Internasional Organisasi Internasional NATO

Makalah Hukum Internasional

ORGANISASI INTERNASIONAL
North Atlantic Treaty Organization (NATO)


OLEH :
NAMA: ROHMATUL ULFA
NPM: 13.74201.0021

DOSEN :
BASTIANTO NUGROHO, S.H., M.Hum.,

UNIVERSITAS MERDEKA SURABAYA

TAHUN 2014








KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas terselesaikannya tugas makalah pada mata kuliah HUKUM INTERNASIONAL dalam pembuatan makalah tentang “NATO (North Atlantic Treaty Organization)”. Dengan tugas ini saya sebagai bagian dari mahasiswa Universitas Merdeka Surabaya berharap dapat memenuhi nilai tugas pada mata kuliah HUKUM INTERNASIONAL.
            Tidak lupa pula ucapan terima kasih kami sampaikan pada dosen mata kuliah HUKUM INTERNASIONAL, atas bimbingan dan ilmu yang diberikan pada kami mahasiswa jurusan ILMU HUKUM, semester tiga.
            Sesuai dengan tujuan perkuliahan bahwa dalam rangka meningkatkan mutu serta mengembangkan sistem proses belajar mengajar perlu menerapkan suatu metode yang lebih efektif dalam bentuk makalah, tanya jawab dan dialog kepada para mahasiswa serta mempergunakan modul didalam tahapan studi, disamping itu perlu dibentuk sub sub kelompok belajar yang dibimbing oleh dosen.
            Kondisi tersebut mendorong kami untuk menyusun makalah yang sistematis sebagai sarana pembantu bagi para mahasiswa serta lebih mempercepat proses belajar.       
Atas saran dan kritik yang diberikan untuk kebaikan makalah yang saya buat, saya ucapkan banyak terima kasih.




Surabaya, Oktober 2014



                                                                                                            penyusun








DAFTAR ISI
           

        JUDUL........................................................................................................................
        KATA PENGANTAR................................................................................................
        DAFTAR ISI..............................................................................................................     
        BAB I        PENDAHULUAN...................................................................................  
        BAB II       PEMBAHASAN.....................................................................................
         A. Sejarah Terbentuknya NATO ............................................................
         B. Traktat Pembentuk NATO ................................................................
            C. Keanggotaan dan Perluasan NATO ...................................................
         D. Struktur NATO .................................................................................
         BAB III      PENUTUP..............................................................................................
                          kesimpulan.................................................................................................
         DAFTAR PUSTAKA................................................................................................   











BAB I
PENDAHULUAN


            Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organisation/NATO) adalah sebuah organisasi internasional untuk keamanan bersama yang didirikan pada tahun 1949, sebagai bentuk dukungan terhadap Persetujuan Atlantik Utara yang ditanda tangani di Washington, DC pada 4 April 1949. Nama resminya yang lain adalah dalam bahasa Perancis : "I'Organisation du Traite de I'Atlantique Nord (OTAN).
           
           








  
BAB II
PEMBAHASAN


A.    Sejarah Terbentuknya NATO

          Dimulai sejak tahun 1945 sampai dengan 1949, negara-negara Eropa bagian Barat dan aliansi-aliansinya di Amerika Serikat Utara menghadapi keadaan dengan kebutuhan mendasar untuk rekonstruksi ekonomi yang disebabkan oleh kekalahan yang mereka alami pada Perang Dunia II. Keadaan ekonomi yang buruk, disertai dengan demokrasi yang merapuh, membuat masyarakat berada dalam keadaan putus asa. Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan keadaan rival Amerika Serikat, Uni Soviet, yang saat itu menjadi satu-satunya negara superpower di Dunia. Uni Soviet secara terang-terangan mengelola kekuatan militer secara maksimal. Hal ini membuat AS dan para sekutu khawatir akan kebijakan ekpansionis yang akan dilakukan oleh Uni Soviet.

          Pada saat itu, Uni Soviet menunjukkan bahwa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kesepakatan internasional tidak menjadi jaminan akan kebebasan dan kedaulatan nasional negara-negara demokratis dari agresi dan subversi yang sewaktu-waktu bisa dilakukan dari pihak luar. Ideologi yang dipegang teguh oleh Uni Soviet saat itu pun menegaskan asumsi bahwa perselisihan yang tidak dapat dihindarkan antara kapitalisme dan sosialisme sebagai ancaman fatal bagi keamanan dan kehidupan nilai-nilai demokrasi yang ada di Barat (NATO Handbook, 2001: 29-30).

            Keadaan yang memburuk pasca Perang Dunia II membuat negara-negara Eropa Barat tidak mungkin dapat menandingi kekuatan Uni Soviet pada saat itu, ditambah dengan tindakan Amerika Serikat untuk mengurangi jumlah pasukan militernya di Eropa yang memberi dampak langsung terhadap pertahanan di Eropa Barat yang bergantung pada kekuatan angkatan udara Amerika Serikat dan komponen-komponen nuklirnya (Kay, 1998: 13).

            Beruntung bagi Eropa, karena Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill beranggapan bahwa Inggris dan Amerika Serikat seharusnya membangun dan membuat institusi penanganan perang yang terintegrasi dengan gabungan militer Inggris dan Amerika Serikat di dalamnya. Bahkan, di dalam salah satu pidatonya di Harvard University, Churchill menyampaikan:
            “Hal tersebut merupakan tindakan paling bodoh dan tindakan yang membuang-buang waktu untuk kedua pemerintahan, atau salah satunya, untuk mencoba memecah mesin yang sudah berjalan mulus dan sangat kuat saat perang berakhir (Read: Uni Soviet)... Tetapi kami terikat untuk tetap bekerja dan dalam menjalankan tugas setelah perang - Mungkin untuk beberapa tahun ke depan(Richard, 1986: 28).

                        Dengan begitu, terbentuklah sebuah grup keamanan di Eropa Barat yang bekerjasama dengan Persemakmuran Inggris dan Amerika Serikat. Kerjasama ini awalnya dimulai dari Anglo-French Alliance yang kemudian menggandeng Belgia, Belanda, Denmark, dan Jerman (Charles. 2003: 6).

                        Ketertarikan Uni Soviet terhadap Eropa Timur dan ketidakmampuan Inggris untuk mengimbangi balance of power Uni Soviet memunculkan kembali keterlibatan Amerika Serikat di dalam sektor keamanan. Pada tanggal 4 Maret 1947, Perancis dan Inggris menandatangani Traktat Dunkirk untuk meyakinkan Jerman bahwa kedua negara ini akan memberikan bantuan dalam agresi Jerman dan akan bekerjasama dalam usaha rekonstruksi pasca perang.

                        Di Yunani pada tahun yang sama, penurunan pengaruh Inggris terlihat jelas, di mana adanya perang sipil antara monarki Yunani yang berpihak pada negaranegara Barat dengan pemberontak yang lebih condong kepada Uni Soviet dan komunis. Melihat hal tersebut, Amerika Serikat langsung merespon hal ini dengan mencetuskan Truman Doctrine pada tanggal 12 Maret 1947 dimana Presiden Amerika Serikat pada saat itu, Harry S. Truman menjanjikan bantuan dari Amerika Serikat untuk Yunani dan Turki, didasari oleh prinsip-prinsip kebebasan, demokrasi dan perdamaian (Public Papers of the Presidents, 1963: 178-179).

                        Kemudian, sekretaris pertahanan Amerika Serikat, George Marshall, mengundang negara-negara Eropa untuk membuat perencanaan usaha pemulihan Eropa dengan menawarkan bantuan untuk melawan kelaparan, kemiskinan, depresi, dan kekacauan. Hal ini disambut baik oleh Inggris, Perancis Belgia, Belanda, dan Luxemborg (Selanjutnya disebut Banelux). Mereka mengadakan konferensi Committee of European Economic Cooperation, di Paris pada tangal 27 Juni sampai 2 Juli 1947 untuk mendiskusikan program terkordinir tentang kerjasama ekonomi yang berfokus pada pemulihan ekonomi yang terintegrasi. Namun, tujuan sebenarnya dari program ini adalah untuk mempromosikan kebebasan dari (bukan ketergantungan kepada) Amerika Serikat (http://www.nato.int/history/index.html, diakses pada tanggal 26 Mei 2012).
           

B.       Traktat Pembentuk NATO

                        Setelah dimulai dari program Marshall Plan dan didasari juga oleh artikel 51 dari Piagam PBB yang berbunyi Tidak terdapat hal yang akan merugikan hak yang melekat pada individu atau kolektif pada Piagam ini jika serangan bersenjata terjadi terhadap Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, sampai Dewan keamanan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Kebijakan yang diambil oleh Anggota dalam pelaksanaan hak untuk membela diri harus segera dilaporkan kepada Dewan Keamanan berdasarkan Piagam agar dapat mengambil tindakan setiap saat jika dianggap perlu untuk mempertahankan atau mengembalikan kedamaian dan keamanan internasional. Serangkain traktat bermunculan, dimulai dari Traktat Rio pada tahun 1947 yang merupakan pakta pertahanan bersama negara-negara Amerika Serikat.

                        Traktat Rio atau biasa dikenal juga dengan nama Inter-American Treaty of Reciprocal Assistance merupakan traktat yang mengatur tentang persetujuan keamanan dimana sebuah serangan kepada salah satu negara anggota dipandang sebagai serangan kepada keseluruhan negara anggota. Traktat ini ditandatangani oleh Amerika Serikat dan sembilan belas negara-negara Amerika Serikat Latin di dalam Inter-American Conference for Maintenance of Continental Peace and Security yang berlangsung pada tanggal 15 Agustus sampai 2 September 1947 di Rio de Janeiro, Brazil. Traktat Rio ini menunjukkan pada dunia internasional bahwa Amerika Serikat menyetujui institusi keamanan kawasan sebagai basis keterlibatan Amerika Serikat pasca Perang Dunia II. Traktat ini sesuai dengan Artikel 51 pada traktat PBB yang memberi jaminan hak individu atau collective self-defense.

                        Sekalipun traktat ini dibuat dan ditandatangani oleh negara-negara Amerika Serikat, namun traktat ini mendukung kemungkinan munculnya implikasi yang lebih luas untuk menggalakan keamanan di Eropa yang merupakan kawasan esensial bagi Amerika Serikat. Menurut pandangan pemerintah Amerika Serikat pada masa itu, ancaman keamanan di kawasan Eropa lebih pelik jika dibandingkan dengan invasi langsung oleh Uni Soviet dengan pertimbangan saat demokrasi di Eropa sedang goyah ditambah dengan keadaan ekonomi yang sangat buruk pasca perang, diperlukan stabilitas untuk menghadapi tantangan politis yang dapat mengundang masuknya komunisme ke dalam Eropa (Kay, 1998: 15-16).

                        Selanjutnya Pakta Brussels pada tahun 1948 yang menghasilkan Western European Union (WEU). George Marshall dan secretary of British State for foreign affairs, Ernest Bevin sepakat bahwa Eropa seharusnya menginstitusikan sebuah komunitas pertahanan di Eropa bagian barat untuk kepentingan perlindungan mereka sendiri, sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada Amerika Serikat.


                        Menurut pendapat Bevin, untuk mencegah masuknya Soviet di barat, selain diperlukan juga pertahanan di kawasan tersebut dalam bentuk pembuatan sistem demokratis yang mengikutsertakan negara-negara Skandinavia, negara-negara lemah, Perancis, Italia, Yunani, Portugal, dengan dorongan Amerika Serikat dan juga mengikutsertakan Spanyol dan Jerman (Charles 1969: 92-93).

                        John Hickerson yang pada saat itu menjabat sebagai Director of the State Department’s Office of European Affairs menambahkan bahwa jika Amerika Serikat sendiri yang bergerak tanpa ada organisasi Eropa yang berdiri sendiri, maka target untuk memelihara keamanan dan stabilitas di Eropa akan terhambat, begitupun ketika terbentuk organisasi Eropa yang berdiri sendiri namun tanpa ada dukungan dari Amerika Serikat, maka hal itu akan menjadi percuma. Seperti yang pernah dinyatakan oleh Perdana Menteri Belgia pada saat itu, Paul-Henri Spaak: Setiap pengaturan pertahanan yang tidak melibatkan Amerika Serikat akan menjadi hal tanpa nilai praktis.”

                        Penyebab terhambatnya pendirian organisasi Eropa yang mandiri karena adanya faktor seperti: permasalahan antara dua negara besar di Eropa yaitu Perancis dan Jerman hingga akhirnya pada akhir Februari, ditambah lagi terjadinya perang saudara di Yunani, kemungkinan menangnya pihak komunis pada pemilu yang akan dilakukan di Italia pada Bulan April, dan tekanan Soviet di Finlandia dan Norwegia (Kay, 1998: 18).

                        Perancis dihadapkan pada pilihan yang sulit, sehingga akhirnya memutuskan untuk mencari jaminan keamanan dari Inggris dan Amerika Serikat, seperti apa yang disampaikan oleh nasionalis dari Perancis, Charles de Gaulle, pada tanggal 7 Maret 1948:

“Diperlukan tindakan untuk membentuk hubungan antara negara-negara Eropa yang bebas dari sebuah ekonomi diplomatik, strategis pengelompokan, produksi gabungan, uang, tindakan eksterior, dan cara pertahanan mereka ... Perlu dilihat bahwa upaya Eropa dan Amerika yang bergabung untuk menempatkan kembali dunia pada posisi di bawah kaki mereka. Dukungan mereka dengan memberikan pertahanan dengan cara yang tepat dan tegas di satu sisi ,seperti yang tertulis dalam proyek Marshall.”

                        Dari kekhawatiran tersebut, disepakati sebuah institusi keamanan Eropa Barat di Brussels oleh Inggris Raya, Perancis dan negara-negara Benelux pada tanggal 17 Maret 1948 dengan nama Western European Union (WEU) yang mempromosikan integrasi dan bantuan dalam sektor politik, ekonomi dan militer.

                        Masyarakat Eropa sadar perlunya kebersamaan dalam menghadapi tantangan dan ancaman keamanan. Oleh karenanya, mereka menyepakati isi artikel empat Traktat Brussels yang menyatakan bahwa jika terjadi serangan di salah satu negara anggota, maka negara anggota lain akan membantu dalam bentuk serangan militer maupun bantuan lain seperti yang terdapat pada artikel 51 dari Piagam PBB.

                        Traktat Brussels merupakan bukti kemajuan substansial yang dicapai European Union (WEU) dalam pembagian tujuan keamanan nasional yang gagal diterapkan oleh Liga Bangsa-Bangsa tiga puluh tahun yang lalu. Mereka percaya bahwa aliansi ini akan mencapai sukses karena dibentuk berdasarkan power kesamaan kepentingan antara Amerika Serikat dan WEU.

                        Pada tahun 1949, dirampungkan dengan Traktat Atlantik Utara yang ditandatangani oleh dua belas negara pada tahun 1949 untuk menyetujui adanya pertahanan kolektif. Pengaruh Uni Soviet yang semakin menguat di Jerman, dan disertai terjadinya blokade Berlin oleh Uni Soviet, mendorong dimulainya diskusi antara Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara WEU tentang pertahanan kawasan Atlantik Utara di Washington pada tanggal 6 Juli, diskusi tersebut menegosiasikan tentang basic scope dan struktur aliansi Atlantik Utara.

                        Hasil diskusi tersebut adalah Washington Paper yang berisi konsesus tentang keanggotaan aliansi. Tiga bulan setelah pertemuan pertama, negosiasi lebih mendalam tentang Traktat Atlantik Utara dilanjutkan pada tanggal 10 Desember.

                        Pada tanggal 15 Maret di tahun berikutnya, Denmark, Islandia, Italia, Norwegia dan Portugal diundang untuk ikut berpartisipasi dalam Traktat Atlantik Utara. Traktat Atlantik Utara sempat dituntut oleh Soviet karena dianggap bertentangan dengan Piagam PBB, namun hal tersebut disangkal oleh negara Atlantik Utara pada tanggal 2 April, dan akhirnya pada tanggal 4 April 1949, ditandatanganilah Traktat Atlantik Utara di Washington oleh Belgia, Kanada, Denmark, Perancis, Islandia, Italia, Luxembourg, Belanda, Norwegia, Portugal, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.

                        Traktat Atlantik Utara menampung hak individu masyarakat masing masing negara anggota sekaligus mengatur kewajiban mereka menurut Piagam PBB. Seperti yang tercantum di dalam perambulatory nya:

“Para pihak pada perjanjian ini menegaskan kembali kepercayaan mereka kepada tujuan dan prinsip Piagam PBB dan keinginan mereka untuk hidup damai dengan semua bangsa dan semua pemerintah. Mereka bertekad untuk menjaga kebebasan, warisan bersama dan peradaban rakyat mereka, didirikan pada prinsip-prinsip demokrasi, kebebasan individu dan aturan hukum. Mereka berusaha untuk meningkatkan stabilitas dan kesejahteraan di daerah Atlantik Utara dan memutuskan untuk menyatukan upaya mereka untuk pertahanan kolektif dan untuk mempertahankan perdamaian dan keamanan"

                        Traktat ini menginginkan negara anggotanya untuk berkomitmen pada artikelartikel dalam traktat yang tujuan dan prinsipnya disesuaikan dengan isi Piagam PBB untuk kebebasan dalam mendapatkan keamanan berdasarkan prinsip demokrasi dan kebebasan individual melalui collective defense.

                        Namun, jika dilihat dari desain fondasinya, NATO bukan hanya sekedar aliansi militer untuk menghadapi Uni Soviet, melainkan juga sebuah institusi yang bertujuan untuk memastikan keutuhan nilai-nilai liberal-demokratis di negaranegara Euro-Atlantik. Pada saat itu, Inggris, Kanada dan Amerika Serikat berdiskusi dengan Pentagon mengenai sektor keamanan tentang pembuatan institusi trans-atlantik yang formal berdasarkan Pakta Brussels atau Traktat Rio sebagai alternatif untuk menggantikan peran PBB yang lumpuh disaat perang dingin.

                        Oleh karena itul, Eropa, terutama Eropa Barat dan pakta pertahanan Trans-Atlantik tidak bisa dipisahkan sama sekali. Sejak awal terbentuknya NATO yang diprakarsai oleh negara-negara Amerika Serikat Utara dan juga dua belas negaranegara Eropa Barat yang menandatangani Traktat Atlantik di Washington, D.C. yang menekankan pada artikel 4 yang berbunyi:

“Jika setiap anggota menjadi obyek serangan di Eropa, maka anggota yang lain akan sesuai dengan ketentuan Pasal 51 dari Piagam PBB bertindak secara kolektif untuk membalas peperangan dengan semua bantuan militer dan kekuasaan yang mereka miliki”

                        Ditekankan lagi pada artikel selanjutnya yaitu artikel 5 bahwa "Sebuah serangan bersenjata terhadap satu atau lebih dari mereka di Eropa atau Amerika Utara akan dianggap sebagai serangan terhadap mereka semua."
                        Pada dasarnya, negara-negara yang tergabung dalam NATO beranggapan bahwa ancaman konfrontasi militer dengan Uni Soviat sebenarnya tidak lebih mengkhawatirkan dari bahaya yang dihadapi jika kekuatan komunis menggerogoti masyarakat yang keadaannya sedang melemah di negara-negara Eropa Barat.

                        Namun pada kenyatannya, aliansi ini sebenarnya belum sepenuhnya siap untuk membawa misi mengamankan territorial Eropa sekaligus Amerika Serikat dikarenakan kurangnya pasukan dan peralatan militer yang memadai dan tidak ada struktur komando langsung untuk mengontrol pertahanan di Eropa. Namun hal ini segera berubah ketika terjadinya Perang Korea (Korean War) di tahun 1950.

                        Perang tersebut memaksa negara-negara yang beraliansi ini untuk meningkatkan usaha mereka di bidang pertahanan dimulai dengan membuat struktur militer yang terintegrasi dengan semua komando NATO di seluruh bagian Eropa (terutama Eropa Barat).

C.       Keanggotaan dan Perluasan NATO

                        Pada awal didirikan, NATO beranggotakan 12 negara saja yaitu Belgia, Kanada, Denmak, Perancis, Islandia, Italia, Luxembourg, Belanda, Norwegia, Portugal, Inggris Raya dan Amerika Serikat. Seiring perkembangannya, dan didukung oleh ‘open door policy’, kini NATO memiliki 28 negara anggota.

                        Perluasan NATO Pada Masa Perang Dingin ditentukan oleh kriteria yang tercantum di dalam Traktat Washington, yaitu: negara anggota harus merupakan negara demokratis, memiliki pasar ekonomi, melindungi kebebasan dan hak asasi manusia di dalam perbatasan mereka, dan berkomitmen untuk bertanggung jawab akan kebijakan keamanan di luar batas negara mereka.

                        Perluasan pertama yang dilakukan NATO dimulai pada tahun 1952, memasukkan Yunani dan Turki menjadi negara anggota. Tujuan NATO memasukkan kedua negara ini menjadi anggota adalah untuk memperluas keamanan dan stabilitas di Eropa bagian tenggara.

                        Perluasan kedua dilakukan tiga tahun kemudian, pada tahun 1955 dengan memasukkan Jerman Barat ke dalam aliansi. Perluasan ketiga memiliki jarak yang cukup jauh dari perluasan terakhir yang dilakukan yaitu pada tahun 1982 memasukkan Jerman Timur yang masih dikuasai Soviet.

                        Spanyol masuk menjadi anggota kelima belas aliansi ini. Selain ketiga perluasan yang disebut di atas, ada satu perluasan lagi yang sebenarnya terjadi di dalam NATO, yaitu bergabungnya Jerman Timur menjadi anggota NATO. Hal ini terjadi seiring dengan bersatunya Jerman Barat dan Timur.

                        Putaran selanjutnya dari perluasan NATO terjadi setelah berakhirnya Perang Dingin. Perluasan keanggotaan NATO ini didiskusikan dalam Brussels Summit di tahun 1994 untuk mempromosikan komunitas keamanan di Eropa Tengah dan Eropa Timur dengan mengkonsolidasikan demokrasi dan memperbaiki stabilitas. Beberapa negara Eropa Tengah pun setuju dan memutuskan bahwa masa depan kepentingan keamanan mereka didapatkan dengan cara bergabung dengan NATO.

                        Di masa setelah Perang Dingin ini, terbagi menjadi dua fase utama, yaitu :     (1) berdasarkan Study on NATO Enlargement (Kajian Perluasan NATO); dan (2) berdasarkan Membership Action Plan (Rencana Aksi Keanggotaan) yang akan dijabarkan sebagai berikut:


1.      Kajian Perluasan NATO

               Di tahun 1995, NATO mengeluarkan dan mempublikasikan hasil dari Study on NATO Enlargement sebagai pertimbangan perluasan yang dilakukan. Dokumen ini menyimpulkan bahwa keamanan yang lebih baik di seluruh kawasan Euro-Atlantic dan perluasan NATO dapat memperkuat stabilitas dan keamanan kawasan. Berdasarkan studi tersebut, negara yang berminat untuk masuk ke dalam NATO harus dapat menunjukkan bahwa mereka telah memenuhi persyaratan yang diberikan yaitu: (1) Merepresentasikan fungsi demokrasi; (2) Memberlakukan sistem politik berdasarkan ekonomi pasar; (3) Memperlakukan minoritas sesuai dengan OSCE; (4) Menyelesaikan permasalahan dengan negara tetangga dan memiliki komitmen penuh pada penyelesaian permasalahan secara damai; (5) Memiliki kemampuan dan kemauan untuk memberi kontribusi militer pada aliansi; (6) Berkomitmen untuk membuat hubungan sipil dan militer yang demokratis dan struktur institusional.

               Peresmian perluasan anggota ini ditandai dengan mengundang Polandia, Hungaria dan Republik Ceko untuk menegosiasikan keanggotaan mereka dengan mendatangi Madrid Summit pada tahun 1997. Setelah itu, pada bulan Maret 1999, Perluasan keempat memasukkan Republik Ceko, Hungaria dan Polandia menjadi anggota NATO.

2.      Membership Action Plan (MAP)/ Rencana Aksi Keanggotaan NATO

               Di tahun yang sama pada bulan April, NATO menyelenggarakan Washington Summit, sekaligus mengenalkan MAP untuk meyakinkan sembilan negara calon anggota baru NATO bahwa Artikel 10 dan open door policy NATO dapat membantu calon-calon tersebut mengembangkan pasukan dan kemampuan untuk beroperasi dengan NATO dibawah Operational Capabilities Concept baru NATO. MAP dibagi menjadi lima bagian, yaitu: (1) Isu ekonomi dan politik; (2) Isu pertahanan dan militer; (3) Isu sumber daya; dan (4) Isu hukum.

               Dengan adanya MAP, semua negara yang akan mendaftar menjadi anggota baru NATO akan diseleksi berdasarkan MAP. Bulgaria, Estonia, Latvia, Lithuania, Romania, Slovakia dan Slovenia bergabung dalam MAP dan mengajukan diri untuk menjadi anggota baru NATO.

               Perluasan kelima dilakukan pada bulan November 2002 di Prague Summit, dimana tujuh negara pecahan Uni Soviet diundang untuk mengikuti accession talks dan pada tanggal 29 Maret 2004, mereka resmi menjadi anggota NATO. Perluasan keenam yang dilakukan NATO adalah memasukkan Kroasia dan Albania ke dalam keanggotaan baru NATO pada tanggal 1 April 2009 setelah diundang dalam Bucharest Summit untuk memulai accession talks.
               Berikut adalah anggota NATO pada tahun 2012 :

1)      Albania                   16) Lithuania
2)      Belgium                  17) Luxembourg
3)      Bulgaria                  18) Netherlands
4)      Canada                    19) Norway
5)      Croatia                    20) Poland
6)      Czech Rep              21) Portugal
7)      Denmark                 22) Romania
8)      Estonia                    23) Slovakia
9)      France                     24) Slovenia
10)  Germany                 25) Spain
11)  Greece                     26) Turkey
12)  Hungary                  27) United
13)  Iceland                    28) Kingdom
14)  Italy                                    29) United States
15)  Latvia                     


D.       Struktur NATO

          Traktat Atlantik Utara merupakan awal dari terbentuknya NATO yang memiliki tiga jenis struktur besar yaitu Civilian Structure (Struktur Sipil), Military Structure (Struktur Militer), Organizations and Agencies. Struktur-struktur ini saling berhubungan dan sudah memiliki pembagian tugas masing-masing sesuai dengan kebutuhan. Ketiga struktur diatas akan dijelaskan di dalam sub-bab sebagai berikut:

1.      Civilian Structure (Struktur Sipil)

               Ada tiga bagian besar di dalam struktur sipil NATO, yaitu NATO headquarters (markas besar Organisasi Traktat Atlantik Utara), permanent representatives and national delegations (perwakilan permanen dan delegasi nasional), dan international staffs (staf internasional / IS) yang akan dijelaskan dibawah ini:

               Markas Besar NATO berada di Brussels, tempat menampung para perwakilan permanen dan delegasi nasional juga para staf internasional.

               Permanent representatives and national delegations adalah perwakilan dari setiap negara anggota NATO yang didukung oleh delegasi nasional yang berisi penasiat dan pejabat yang mewakili negara mereka atau komite NATO yang lain. Di dalam struktur sipil ini juga terdapat Sekretaris Jenderal yang menjabat ketua Dewan Atlantik Utara (Nort Atlantic Council/NAC), komite perencanaan pertahanan (Defence Planning Committee / DPC), dan grup perencanaan nuklir (Nuclear Planning Group / NPG). Sekretaris Jenderal NATO juga merupakan ketua dari Euro-Atlantic Partnership Council of the Mediterranean Cooperation Group, dan Joint Chairman of Russia dan perwakilan NATO dalam NATO Russia Permanent Joint Council. Sekjen juga menjadi Joint Chairman dalam NATO Ukraine Commission dan bertanggung jawab untuk mempromosikan serta mengarahkan proses konsultasi dan pembuatan keputusan kepada seluruh aliansi. Sekjen dapat mengajukan tema diskusi dan keputusan dan memiliki otoritas untuk menugaskan pejabat-pejabatnya jika ada pertikaian diantara negara-negara anggota. Ia pun bertanggung jawab untuk mengarahkan staf internasional dan juga menjabat sebagai principal spokesman dari NATO dalam hubungan eksternal, dan menjalin komunikasi dengan pemerintah negara anggota juga dengan media massa.175 Sekjen NATO juga bertanggung jawab untuk mengarahkan staff internasional secara keseluruhan.
               Staf Internasional bertugas langsung dibawah Sekjen NATO dan beranggotakan dari masing-masing negara anggota yang bertugas untuk melayani Dewan, Komite dan Working Groups dari NATO itu sendiri, melayani Dewan Kerjasama Euro-Atlantic, Dewan Gabungan Permanen NATO-Russia, Komisi NATO Ukraina dan Grup Kerjasama Mediterranea. Staf ini berperan sebagai sekretaria sekaligus penasihat politik dan staf operasional dan bekerja berdasarkan berbagai macam isu yang berhubungan dengan aliansi dan negara partnernya.

               Staff internasional juga mendukung proses consensus-building dan pengambilan keputusan antara anggota dan negara partner dan bertanggung jawab untuk persiapan dan follow-up dari pertemuan dan kebijakan yang diambil dari komite NATO dan institusi lain dalam bentuk kerjasama bilateral ataupun multilateral dengan negara-negara non-anggota yang ada sejak berakhirnya perang dingin.

               Staf Internasional membawahi Private Office (PO) yang berisi Legal Adviser dan Special Adviser untuk permasalahan Eropa Tengah dan Eropa Barat, termasuk di dalamnya terdapat Partnership for Peace (PfP) yang merupakan sebuah program kerjasama bilateral antara NATO dan partner kerjasamanya untuk meningkatkan sabilitas, meminimalisir ancaman, dan memperkuat kerjasama keamanan diantara mereka.

               PfP bahkan dimasukkan ke dalam pertemuan Lisbon pada bulan November 2010 sebagai bagian yang fokus dalam membentuk ulang sebuah kebijakan kerjasama yang lebih efisien dan fleksibel, dan dapat membuka aktivitas kerjasama untuk mengharmonisasikan program kerjasama yang ada.


2.      Military Structure (Struktur Militer)

               Ada empat bagian besar di dalam struktur militer NATO yaitu The Military Committee (komite militer), Strategic Commanders (komando strategis), International Military Staff (staff militer internasional), dan Partner Country Representation (perwakilan negara partner).

               Komite Militer di dalam NATO bertugas untuk membantu dan member saran kepada Dewan Atlantik Utara, DPC dan NPG dalam urusan militer, peran utamanya adalah menyediakan pengarahan dan saran berkenaan dengan kebijakan dan strategi militer, juga menyediakan petunjuk tentang permasalahan militer kepada Komando Strategi NATO.

               Terdapat dua Komando Strategis di dalam NATO, yang pertama dinamai Supreme Allied Commander Europe (SACEUR) dan yang kedua adalah Supreme Allied Commander Atlantic (SACLANT). Keduanya bertanggung jawab pada Komite Militer untuk semua perintah dari semua aliansi militer di area komando mereka.

               Staf Militer Internasional bertanggung jawab untuk merencanakan, mengkaji dan merekomendasikan kebijakan yang berhubungan dengan permasalahan militer untuk dipertimbangkan oleh Komite Militer, juga untuk memastikan bahwa kebijakan dan keputusan yang nantinya berlaku diimplementasikan sebagaimana wajarnya. IMS memiliki beberapa divisi di bawahnya yaitu: (1) Plans and Policy Division; (2) Operations Division; (3) Intelligence Division; (4) Cooperation and Regional Security Division; (5) Logistics, Armaments and Resources Division (LA&R); (6) NATO Situation Centre; (7) Public Information Adviser; (8) Financial Controller; (9) NATO HQ Consultation, Control and Communications Staff (NHQC3S).

               Perwakilan Negara Partner termasuk di dalamnya Partnership for Peace Staff Elements yang berisikan pejabat-pejabat NATO dan PfP negara partner yang memiliki kapasitas internasional, berpartisipasi dalam persiapan diskusi politik dan implementasi keputusan politik yang berhubungan dengan permasalahan militer di dalam PfP.

3.      Organizations and Agencies (Organisasi dan Lembaga)

               Titik awal dari terbentuknya organisasi atau lembaga ini adalah piagam yang menjabarkan tugas dan tanggung jawab NATO sebagai organisasi antar pemerintah. Badan pengurus biasanya dibentuk untuk mengarahkan pekerjaan sebuah organisasi baru, dan sebuah instansi sering dibuat untuk melaksanakan aktivitasnya. Dalam beberapa kasus, lebih dari satu lembaga bekerja dalam kerangka organisasi. Organisasi NATO dan lembaga meliputi adalah sebagai berikut: (1) Logistics; (2) Production Logistics; (3) Standardisation; (4) Civil Emergency Planning; (5) Air Traffic Management; (6) Air Defence; (7) Airborne Early Warning; (8) Communication and Information Systems; (9) Electronic Warfare; (10) Meteorology; (11) Military Oceanography; (12) Research and Technology; (13) Education and Training; (14) NATO accredited Centres of Excellence; (15) Project Steering Committees/Project Offices.







BAB III
PENUTUP



Kesimpulan

                        NATO (North Atlantic Treaty Organization), (Organisasi Pertahanan Atlantic Utara) merupakan pakta pertahanan yang di bentuk oleh blok barat pada tanggal 4 april 1949 di Washington, Amerika Serikat. Sebanyak 12 negara, yakni Belgia, Kanada, Denmark, Perancis, Islandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Inggris, dan Amerika Serikat, menandatangani kesepakatan pembentukan NATO. NATO bertujuan mendukung stabilitas dan keadaan yang lebih baik di kawasan Atlantik Utara. Kelahiran NATO juga di dasari oleh semakin meluasnya pengaruh Uni Soviet di Eropa selama Perang Dingin. Kini, NATO beranggotakan 16 negara, setelah masuknya beberapa negara yakni Yunani dan Turki yang bergabung pada tahun 1952, Jerman Barat tahun 1955 (Jerman menggantikan Jerman Barat sebagai anggota NATO, ketika Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu pada tahun 1990) serta Spanyol yang menjadi anggota NATO pada tahun 1982.

       Untuk mengimbangi kekuatan NATO, pada tahun 1955 Uni Soviet membentuk pakta pertahanan yang diberi nama Pakta Warsawa. Pakta Warsawa beranggotakan negara Uni Soviet, Albania, Bulgaria, Cekoslowakia, Jerman Timur, Hongaria, Polandia, dan Rumania

















DAFTAR PUSTAKA

jbptunikompp-gdl-irakarmina-29260-9-unikom_i-i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar