Makalah
Hukum Internasional
ORGANISASI INTERNASIONAL
North
Atlantic Treaty Organization (NATO)
OLEH :
NAMA: ROHMATUL ULFA
NPM: 13.74201.0021
DOSEN :
BASTIANTO NUGROHO, S.H., M.Hum.,
UNIVERSITAS MERDEKA SURABAYA
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
terselesaikannya tugas makalah pada mata kuliah HUKUM INTERNASIONAL dalam
pembuatan makalah tentang “NATO (North Atlantic Treaty Organization)”. Dengan
tugas ini saya sebagai bagian dari mahasiswa Universitas Merdeka Surabaya
berharap dapat memenuhi nilai tugas pada mata kuliah HUKUM INTERNASIONAL.
Tidak lupa pula ucapan terima kasih
kami sampaikan pada dosen mata kuliah HUKUM INTERNASIONAL, atas bimbingan dan
ilmu yang diberikan pada kami mahasiswa jurusan ILMU HUKUM, semester tiga.
Sesuai dengan tujuan perkuliahan
bahwa dalam rangka meningkatkan mutu serta mengembangkan sistem proses belajar
mengajar perlu menerapkan suatu metode yang lebih efektif dalam bentuk makalah,
tanya jawab dan dialog kepada para mahasiswa serta mempergunakan modul didalam
tahapan studi, disamping itu perlu dibentuk sub sub kelompok belajar yang
dibimbing oleh dosen.
Kondisi tersebut mendorong kami
untuk menyusun makalah yang sistematis sebagai sarana pembantu bagi para
mahasiswa serta lebih mempercepat proses belajar.
Atas saran dan kritik yang diberikan untuk kebaikan
makalah yang saya buat, saya ucapkan banyak terima kasih.
Surabaya, Oktober 2014
penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL........................................................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN...................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN.....................................................................................
A. Sejarah Terbentuknya NATO ............................................................
B. Traktat Pembentuk NATO ................................................................
C. Keanggotaan dan Perluasan NATO ...................................................
D. Struktur NATO .................................................................................
BAB III PENUTUP..............................................................................................
kesimpulan.................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Pakta
Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organisation/NATO) adalah
sebuah organisasi internasional untuk keamanan bersama yang didirikan pada
tahun 1949, sebagai bentuk dukungan terhadap Persetujuan Atlantik Utara yang
ditanda tangani di Washington, DC pada 4 April 1949. Nama resminya yang lain
adalah dalam bahasa Perancis : "I'Organisation du Traite de I'Atlantique
Nord (OTAN).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Terbentuknya NATO
Dimulai sejak tahun 1945 sampai dengan 1949,
negara-negara Eropa bagian Barat dan aliansi-aliansinya di Amerika Serikat
Utara menghadapi keadaan dengan kebutuhan mendasar untuk rekonstruksi ekonomi
yang disebabkan oleh kekalahan yang mereka alami pada Perang Dunia II. Keadaan
ekonomi yang buruk, disertai dengan demokrasi yang merapuh, membuat masyarakat
berada dalam keadaan putus asa. Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan keadaan
rival Amerika Serikat, Uni Soviet, yang saat itu menjadi satu-satunya negara
superpower di Dunia. Uni Soviet secara terang-terangan mengelola kekuatan
militer secara maksimal. Hal ini membuat AS dan para sekutu khawatir akan
kebijakan ekpansionis yang akan dilakukan oleh Uni Soviet.
Pada
saat itu, Uni Soviet menunjukkan bahwa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
dan kesepakatan internasional tidak menjadi jaminan akan kebebasan dan
kedaulatan nasional negara-negara demokratis dari agresi dan subversi yang
sewaktu-waktu bisa dilakukan dari pihak luar. Ideologi yang dipegang teguh oleh
Uni Soviet saat itu pun menegaskan asumsi bahwa perselisihan yang tidak dapat
dihindarkan antara kapitalisme dan sosialisme sebagai ancaman fatal bagi
keamanan dan kehidupan nilai-nilai demokrasi yang ada
di Barat (NATO Handbook, 2001: 29-30).
Keadaan yang memburuk pasca Perang
Dunia II membuat negara-negara Eropa Barat tidak mungkin dapat menandingi
kekuatan Uni Soviet pada saat itu, ditambah dengan tindakan Amerika Serikat
untuk mengurangi jumlah pasukan militernya di Eropa yang memberi dampak
langsung terhadap pertahanan di Eropa Barat yang bergantung pada kekuatan
angkatan udara Amerika Serikat dan komponen-komponen nuklirnya (Kay, 1998: 13).
Beruntung bagi Eropa, karena Perdana
Menteri Inggris, Winston Churchill beranggapan bahwa Inggris dan Amerika
Serikat seharusnya membangun dan membuat institusi penanganan perang yang
terintegrasi dengan gabungan militer Inggris dan Amerika Serikat di dalamnya.
Bahkan, di dalam salah satu pidatonya di Harvard University, Churchill
menyampaikan:
“Hal
tersebut merupakan tindakan paling bodoh dan tindakan yang membuang-buang waktu
untuk kedua pemerintahan, atau salah satunya, untuk mencoba memecah mesin yang
sudah berjalan mulus dan sangat kuat saat perang berakhir (Read: Uni Soviet)...
Tetapi kami terikat untuk tetap bekerja dan dalam menjalankan tugas setelah
perang - Mungkin untuk beberapa tahun ke
depan” (Richard,
1986: 28).
Dengan
begitu, terbentuklah sebuah grup keamanan di Eropa Barat yang bekerjasama
dengan Persemakmuran Inggris dan Amerika Serikat. Kerjasama ini awalnya dimulai
dari Anglo-French Alliance yang kemudian menggandeng Belgia, Belanda,
Denmark, dan Jerman (Charles. 2003: 6).
Ketertarikan
Uni Soviet terhadap Eropa Timur dan ketidakmampuan Inggris untuk mengimbangi balance
of power Uni Soviet memunculkan kembali keterlibatan Amerika Serikat di
dalam sektor keamanan. Pada tanggal 4 Maret 1947, Perancis dan Inggris
menandatangani Traktat Dunkirk untuk meyakinkan Jerman bahwa kedua negara ini
akan memberikan bantuan dalam agresi Jerman dan akan bekerjasama dalam usaha
rekonstruksi pasca perang.
Di
Yunani pada tahun yang sama, penurunan pengaruh Inggris terlihat jelas, di mana
adanya perang sipil antara monarki Yunani yang berpihak pada negaranegara Barat
dengan pemberontak yang lebih condong kepada Uni Soviet dan komunis. Melihat
hal tersebut, Amerika Serikat langsung merespon hal ini dengan mencetuskan Truman
Doctrine pada tanggal 12 Maret 1947 dimana Presiden Amerika Serikat pada
saat itu, Harry S. Truman menjanjikan bantuan dari Amerika Serikat untuk Yunani
dan Turki, didasari oleh prinsip-prinsip kebebasan, demokrasi dan perdamaian (Public
Papers of the Presidents, 1963: 178-179).
Kemudian,
sekretaris pertahanan Amerika Serikat, George Marshall, mengundang
negara-negara Eropa untuk membuat perencanaan usaha pemulihan Eropa dengan
menawarkan bantuan untuk melawan kelaparan, kemiskinan, depresi, dan kekacauan.
Hal ini disambut baik oleh Inggris, Perancis Belgia, Belanda, dan Luxemborg
(Selanjutnya disebut Banelux). Mereka mengadakan konferensi Committee of
European Economic Cooperation, di Paris pada tangal 27 Juni sampai 2 Juli
1947 untuk mendiskusikan program terkordinir tentang kerjasama ekonomi yang
berfokus pada pemulihan ekonomi yang terintegrasi. Namun, tujuan sebenarnya
dari program ini adalah untuk mempromosikan kebebasan dari (bukan
ketergantungan kepada) Amerika Serikat (http://www.nato.int/history/index.html,
diakses pada tanggal 26 Mei 2012).
B.
Traktat Pembentuk NATO
Setelah dimulai dari
program Marshall Plan dan didasari juga oleh artikel 51 dari Piagam PBB yang
berbunyi “Tidak terdapat hal yang akan merugikan hak yang melekat pada
individu atau kolektif pada Piagam ini jika serangan bersenjata terjadi
terhadap Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, sampai Dewan keamanan mengambil
tindakan yang diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Kebijakan yang diambil oleh Anggota dalam pelaksanaan hak untuk membela diri
harus segera dilaporkan kepada Dewan Keamanan berdasarkan Piagam agar dapat
mengambil tindakan setiap saat jika dianggap perlu untuk mempertahankan atau
mengembalikan kedamaian dan keamanan internasional. Serangkain traktat
bermunculan, dimulai dari Traktat Rio pada tahun 1947 yang merupakan pakta
pertahanan bersama negara-negara Amerika Serikat.
Traktat
Rio atau biasa dikenal juga dengan nama Inter-American Treaty of Reciprocal
Assistance merupakan traktat yang mengatur tentang persetujuan keamanan
dimana sebuah serangan kepada salah satu negara anggota dipandang sebagai
serangan kepada keseluruhan negara anggota. Traktat ini ditandatangani oleh
Amerika Serikat dan sembilan belas negara-negara Amerika Serikat Latin di dalam
Inter-American Conference for Maintenance of Continental Peace and Security yang
berlangsung pada tanggal 15 Agustus sampai 2 September 1947 di Rio de Janeiro,
Brazil. Traktat Rio ini menunjukkan pada dunia internasional bahwa Amerika
Serikat menyetujui institusi keamanan kawasan sebagai basis keterlibatan
Amerika Serikat pasca Perang Dunia II. Traktat ini sesuai dengan Artikel 51
pada traktat PBB yang memberi jaminan hak individu atau collective
self-defense.
Sekalipun
traktat ini dibuat dan ditandatangani oleh negara-negara Amerika Serikat, namun
traktat ini mendukung kemungkinan munculnya implikasi yang lebih luas untuk
menggalakan keamanan di Eropa yang merupakan kawasan esensial bagi Amerika
Serikat. Menurut pandangan pemerintah Amerika Serikat pada masa itu, ancaman
keamanan di kawasan Eropa lebih pelik jika dibandingkan dengan invasi langsung
oleh Uni Soviet dengan pertimbangan saat demokrasi di Eropa sedang goyah
ditambah dengan keadaan ekonomi yang sangat buruk pasca perang, diperlukan
stabilitas untuk menghadapi tantangan politis yang dapat mengundang masuknya
komunisme ke dalam Eropa (Kay, 1998: 15-16).
Selanjutnya
Pakta Brussels pada tahun 1948 yang menghasilkan Western European Union (WEU).
George Marshall dan secretary of British State for foreign affairs,
Ernest Bevin sepakat bahwa Eropa seharusnya menginstitusikan sebuah komunitas
pertahanan di Eropa bagian barat untuk kepentingan perlindungan mereka sendiri,
sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada Amerika Serikat.
Menurut
pendapat Bevin, untuk mencegah masuknya Soviet di barat, selain diperlukan juga
pertahanan di kawasan tersebut dalam bentuk pembuatan sistem demokratis yang
mengikutsertakan negara-negara Skandinavia, negara-negara lemah, Perancis,
Italia, Yunani, Portugal, dengan dorongan Amerika Serikat dan juga
mengikutsertakan Spanyol dan Jerman (Charles 1969: 92-93).
John
Hickerson yang pada saat itu menjabat sebagai Director of the State
Department’s Office of European Affairs menambahkan bahwa jika Amerika
Serikat sendiri yang bergerak tanpa ada organisasi Eropa yang berdiri sendiri,
maka target untuk memelihara keamanan dan stabilitas di Eropa akan terhambat,
begitupun ketika terbentuk organisasi Eropa yang berdiri sendiri namun tanpa ada
dukungan dari Amerika Serikat, maka hal itu akan menjadi percuma. Seperti yang
pernah dinyatakan oleh Perdana Menteri Belgia pada saat itu, Paul-Henri Spaak: “Setiap
pengaturan pertahanan yang tidak melibatkan Amerika Serikat akan menjadi hal
tanpa nilai praktis.”
Penyebab
terhambatnya pendirian organisasi Eropa yang mandiri karena adanya faktor
seperti: permasalahan antara dua negara besar di Eropa yaitu Perancis dan
Jerman hingga akhirnya pada akhir Februari, ditambah lagi terjadinya perang
saudara di Yunani, kemungkinan menangnya pihak komunis pada pemilu yang akan
dilakukan di Italia pada Bulan April, dan tekanan Soviet di Finlandia
dan Norwegia (Kay, 1998: 18).
Perancis
dihadapkan pada pilihan yang sulit, sehingga akhirnya memutuskan untuk mencari
jaminan keamanan dari Inggris dan Amerika Serikat, seperti apa yang disampaikan
oleh nasionalis dari Perancis, Charles de Gaulle, pada tanggal
7
Maret 1948:
“Diperlukan tindakan untuk membentuk
hubungan antara negara-negara Eropa yang bebas dari sebuah ekonomi diplomatik,
strategis pengelompokan, produksi gabungan, uang, tindakan eksterior, dan cara
pertahanan mereka ... Perlu dilihat bahwa upaya Eropa dan Amerika yang
bergabung untuk menempatkan kembali dunia pada posisi di bawah kaki mereka. Dukungan
mereka dengan memberikan pertahanan dengan cara yang tepat dan tegas di satu
sisi ,seperti yang tertulis dalam proyek Marshall.”
Dari
kekhawatiran tersebut, disepakati sebuah institusi keamanan Eropa Barat di
Brussels oleh Inggris Raya, Perancis dan negara-negara Benelux pada tanggal 17
Maret 1948 dengan nama Western European Union (WEU) yang mempromosikan
integrasi dan bantuan dalam sektor politik, ekonomi dan militer.
Masyarakat
Eropa sadar perlunya kebersamaan dalam menghadapi tantangan dan ancaman
keamanan. Oleh karenanya, mereka menyepakati isi artikel empat Traktat Brussels
yang menyatakan bahwa jika terjadi serangan di salah satu negara anggota, maka
negara anggota lain akan membantu dalam bentuk serangan militer maupun bantuan
lain seperti yang terdapat pada artikel 51 dari Piagam PBB.
Traktat
Brussels merupakan bukti kemajuan substansial yang dicapai European Union (WEU)
dalam pembagian tujuan keamanan nasional yang gagal diterapkan oleh Liga
Bangsa-Bangsa tiga puluh tahun yang lalu. Mereka percaya bahwa aliansi ini akan
mencapai sukses karena dibentuk berdasarkan power kesamaan kepentingan antara
Amerika Serikat dan WEU.
Pada
tahun 1949, dirampungkan dengan Traktat Atlantik Utara yang ditandatangani oleh
dua belas negara pada tahun 1949 untuk menyetujui adanya pertahanan kolektif.
Pengaruh Uni Soviet yang semakin menguat di Jerman, dan disertai terjadinya
blokade Berlin oleh Uni Soviet, mendorong dimulainya diskusi antara Amerika
Serikat, Kanada, dan negara-negara WEU tentang pertahanan kawasan Atlantik
Utara di Washington pada tanggal 6 Juli, diskusi tersebut menegosiasikan
tentang basic scope dan struktur aliansi Atlantik Utara.
Hasil
diskusi tersebut adalah Washington Paper yang berisi konsesus tentang
keanggotaan aliansi. Tiga bulan setelah pertemuan pertama, negosiasi lebih
mendalam tentang Traktat Atlantik Utara dilanjutkan pada tanggal 10 Desember.
Pada
tanggal 15 Maret di tahun berikutnya, Denmark, Islandia, Italia, Norwegia dan
Portugal diundang untuk ikut berpartisipasi dalam Traktat Atlantik Utara.
Traktat Atlantik Utara sempat dituntut oleh Soviet karena dianggap bertentangan
dengan Piagam PBB, namun hal tersebut disangkal oleh negara Atlantik Utara pada
tanggal 2 April, dan akhirnya pada tanggal 4 April 1949, ditandatanganilah
Traktat Atlantik Utara di Washington oleh Belgia, Kanada, Denmark, Perancis,
Islandia, Italia, Luxembourg, Belanda, Norwegia, Portugal, Inggris Raya, dan
Amerika Serikat.
Traktat
Atlantik Utara menampung hak individu masyarakat masing masing negara anggota
sekaligus mengatur kewajiban mereka menurut Piagam PBB. Seperti yang tercantum
di dalam perambulatory nya:
“Para pihak pada perjanjian ini
menegaskan kembali kepercayaan mereka kepada tujuan dan prinsip Piagam PBB dan
keinginan mereka untuk hidup damai dengan semua bangsa dan semua pemerintah.
Mereka bertekad untuk menjaga kebebasan, warisan bersama dan peradaban rakyat
mereka, didirikan pada prinsip-prinsip demokrasi, kebebasan individu dan aturan
hukum. Mereka berusaha untuk meningkatkan stabilitas dan kesejahteraan di
daerah Atlantik Utara dan memutuskan untuk menyatukan upaya mereka untuk
pertahanan kolektif dan untuk mempertahankan perdamaian dan keamanan"
Traktat
ini menginginkan negara anggotanya untuk berkomitmen pada artikelartikel dalam
traktat yang tujuan dan prinsipnya disesuaikan dengan isi Piagam PBB untuk
kebebasan dalam mendapatkan keamanan berdasarkan prinsip demokrasi dan
kebebasan individual melalui collective defense.
Namun,
jika dilihat dari desain fondasinya, NATO bukan hanya sekedar aliansi militer
untuk menghadapi Uni Soviet, melainkan juga sebuah institusi yang bertujuan
untuk memastikan keutuhan nilai-nilai liberal-demokratis di negaranegara
Euro-Atlantik. Pada saat itu, Inggris, Kanada dan Amerika Serikat berdiskusi
dengan Pentagon mengenai sektor keamanan tentang pembuatan institusi
trans-atlantik yang formal berdasarkan Pakta Brussels atau Traktat Rio sebagai
alternatif untuk menggantikan peran PBB yang lumpuh disaat perang dingin.
Oleh
karena itul, Eropa, terutama Eropa Barat dan pakta pertahanan Trans-Atlantik
tidak bisa dipisahkan sama sekali. Sejak awal terbentuknya NATO yang
diprakarsai oleh negara-negara Amerika Serikat Utara dan juga dua belas
negaranegara Eropa Barat yang menandatangani Traktat Atlantik di Washington,
D.C. yang menekankan pada artikel 4 yang berbunyi:
“Jika setiap anggota menjadi obyek
serangan di Eropa, maka anggota yang lain akan sesuai dengan ketentuan Pasal 51
dari Piagam PBB bertindak secara kolektif untuk membalas peperangan dengan
semua bantuan militer dan kekuasaan yang mereka miliki”
Ditekankan
lagi pada artikel selanjutnya yaitu artikel 5 bahwa "Sebuah
serangan bersenjata terhadap satu atau lebih dari mereka di Eropa atau Amerika
Utara akan dianggap sebagai serangan terhadap mereka semua."
Pada
dasarnya, negara-negara yang tergabung dalam NATO beranggapan bahwa ancaman
konfrontasi militer dengan Uni Soviat sebenarnya tidak lebih mengkhawatirkan
dari bahaya yang dihadapi jika kekuatan komunis menggerogoti masyarakat
yang keadaannya sedang melemah di negara-negara Eropa Barat.
Namun
pada kenyatannya, aliansi ini sebenarnya belum sepenuhnya siap untuk membawa
misi mengamankan territorial Eropa sekaligus Amerika Serikat dikarenakan
kurangnya pasukan dan peralatan militer yang memadai dan tidak ada struktur
komando langsung untuk mengontrol pertahanan di Eropa. Namun hal ini segera
berubah ketika terjadinya Perang Korea (Korean War) di tahun 1950.
Perang
tersebut memaksa negara-negara yang beraliansi ini untuk meningkatkan usaha
mereka di bidang pertahanan dimulai dengan membuat struktur militer yang
terintegrasi dengan semua komando NATO di seluruh bagian Eropa (terutama Eropa
Barat).
C.
Keanggotaan dan Perluasan NATO
Pada
awal didirikan, NATO beranggotakan 12 negara saja yaitu Belgia, Kanada, Denmak,
Perancis, Islandia, Italia, Luxembourg, Belanda, Norwegia, Portugal, Inggris
Raya dan Amerika Serikat. Seiring perkembangannya, dan didukung oleh ‘open
door policy’, kini NATO memiliki 28 negara anggota.
Perluasan
NATO Pada Masa Perang Dingin ditentukan oleh kriteria yang tercantum di dalam
Traktat Washington, yaitu: negara anggota harus merupakan negara demokratis,
memiliki pasar ekonomi, melindungi kebebasan dan hak asasi manusia di dalam
perbatasan mereka, dan berkomitmen untuk bertanggung jawab akan kebijakan
keamanan di luar batas negara mereka.
Perluasan
pertama yang dilakukan NATO dimulai pada tahun 1952, memasukkan Yunani dan
Turki menjadi negara anggota. Tujuan NATO memasukkan kedua negara ini menjadi
anggota adalah untuk memperluas keamanan dan stabilitas di Eropa bagian
tenggara.
Perluasan
kedua dilakukan tiga tahun kemudian, pada tahun 1955
dengan memasukkan Jerman Barat ke dalam aliansi. Perluasan ketiga memiliki
jarak yang cukup jauh dari perluasan terakhir yang dilakukan yaitu pada tahun
1982 memasukkan Jerman Timur yang masih dikuasai Soviet.
Spanyol
masuk menjadi anggota kelima belas aliansi ini. Selain ketiga perluasan yang
disebut di atas, ada satu perluasan lagi yang sebenarnya terjadi di dalam NATO,
yaitu bergabungnya Jerman Timur menjadi anggota NATO. Hal ini terjadi seiring
dengan bersatunya Jerman Barat dan Timur.
Putaran
selanjutnya dari perluasan NATO terjadi setelah berakhirnya Perang Dingin.
Perluasan keanggotaan NATO ini didiskusikan dalam Brussels Summit di
tahun 1994 untuk mempromosikan komunitas keamanan di Eropa Tengah dan Eropa
Timur dengan mengkonsolidasikan demokrasi dan memperbaiki stabilitas. Beberapa
negara Eropa Tengah pun setuju dan memutuskan bahwa masa depan kepentingan
keamanan mereka didapatkan dengan cara bergabung dengan NATO.
Di
masa setelah Perang Dingin ini, terbagi menjadi dua fase utama, yaitu : (1) berdasarkan Study on NATO
Enlargement (Kajian Perluasan NATO); dan (2) berdasarkan Membership
Action Plan (Rencana Aksi Keanggotaan) yang akan dijabarkan sebagai
berikut:
1. Kajian
Perluasan NATO
Di
tahun 1995, NATO mengeluarkan dan mempublikasikan hasil dari Study on NATO
Enlargement sebagai pertimbangan perluasan yang dilakukan. Dokumen ini
menyimpulkan bahwa keamanan yang lebih baik di seluruh kawasan Euro-Atlantic
dan perluasan NATO dapat memperkuat stabilitas dan keamanan kawasan.
Berdasarkan studi tersebut, negara yang berminat untuk masuk ke dalam NATO
harus dapat menunjukkan bahwa mereka telah memenuhi persyaratan yang diberikan
yaitu: (1) Merepresentasikan fungsi demokrasi; (2) Memberlakukan sistem politik
berdasarkan ekonomi pasar; (3) Memperlakukan minoritas sesuai dengan OSCE; (4)
Menyelesaikan permasalahan dengan negara tetangga dan memiliki komitmen penuh
pada penyelesaian permasalahan secara damai; (5) Memiliki kemampuan dan kemauan
untuk memberi kontribusi militer pada aliansi; (6) Berkomitmen untuk membuat
hubungan sipil dan militer yang demokratis dan struktur institusional.
Peresmian
perluasan anggota ini ditandai dengan mengundang Polandia, Hungaria dan
Republik Ceko untuk menegosiasikan keanggotaan mereka dengan mendatangi Madrid
Summit pada tahun 1997. Setelah itu, pada bulan Maret 1999, Perluasan
keempat memasukkan Republik Ceko, Hungaria dan Polandia menjadi anggota
NATO.
2. Membership Action Plan (MAP)/
Rencana Aksi Keanggotaan NATO
Di
tahun yang sama pada bulan April, NATO menyelenggarakan Washington Summit,
sekaligus mengenalkan MAP untuk meyakinkan sembilan negara calon anggota baru
NATO bahwa Artikel 10 dan open door policy NATO dapat membantu
calon-calon tersebut mengembangkan pasukan dan kemampuan untuk beroperasi
dengan NATO dibawah Operational Capabilities Concept baru NATO. MAP
dibagi menjadi lima bagian, yaitu: (1) Isu ekonomi dan politik; (2) Isu
pertahanan dan militer; (3) Isu sumber daya; dan (4) Isu hukum.
Dengan
adanya MAP, semua negara yang akan mendaftar menjadi anggota baru NATO akan
diseleksi berdasarkan MAP. Bulgaria, Estonia, Latvia, Lithuania, Romania,
Slovakia dan Slovenia bergabung dalam MAP dan mengajukan diri untuk menjadi
anggota baru NATO.
Perluasan
kelima dilakukan pada bulan November 2002 di Prague Summit, dimana
tujuh negara pecahan Uni Soviet diundang untuk mengikuti accession talks dan
pada tanggal 29 Maret 2004, mereka resmi menjadi anggota NATO. Perluasan
keenam yang dilakukan NATO adalah memasukkan Kroasia dan Albania ke dalam
keanggotaan baru NATO pada tanggal 1 April 2009 setelah diundang dalam Bucharest
Summit untuk memulai accession talks.
Berikut
adalah anggota NATO pada tahun 2012 :
1) Albania 16) Lithuania
2) Belgium 17) Luxembourg
3) Bulgaria 18) Netherlands
4) Canada 19) Norway
5) Croatia 20) Poland
6) Czech
Rep 21) Portugal
7) Denmark 22) Romania
8) Estonia 23) Slovakia
9) France 24) Slovenia
10) Germany 25) Spain
11) Greece 26) Turkey
12) Hungary 27) United
13) Iceland 28) Kingdom
14) Italy 29) United
States
15) Latvia
D.
Struktur NATO
Traktat
Atlantik Utara merupakan awal dari terbentuknya NATO yang memiliki tiga jenis
struktur besar yaitu Civilian Structure (Struktur Sipil), Military
Structure (Struktur Militer), Organizations and Agencies.
Struktur-struktur ini saling berhubungan dan sudah memiliki pembagian tugas
masing-masing sesuai dengan kebutuhan. Ketiga struktur diatas akan dijelaskan
di dalam sub-bab sebagai berikut:
1.
Civilian Structure (Struktur
Sipil)
Ada
tiga bagian besar di dalam struktur sipil NATO, yaitu NATO headquarters (markas
besar Organisasi Traktat Atlantik Utara), permanent representatives and
national delegations (perwakilan permanen dan delegasi nasional), dan
international staffs (staf internasional / IS) yang akan dijelaskan
dibawah ini:
Markas
Besar NATO berada di Brussels, tempat menampung para perwakilan permanen dan
delegasi nasional juga para staf internasional.
Permanent
representatives and national delegations adalah perwakilan dari setiap
negara anggota NATO yang didukung oleh delegasi nasional yang berisi penasiat
dan pejabat yang mewakili negara mereka atau komite NATO yang lain. Di dalam
struktur sipil ini juga terdapat Sekretaris Jenderal yang menjabat ketua Dewan
Atlantik Utara (Nort Atlantic Council/NAC), komite perencanaan
pertahanan (Defence Planning Committee / DPC), dan grup perencanaan
nuklir (Nuclear Planning Group / NPG). Sekretaris Jenderal NATO juga
merupakan ketua dari Euro-Atlantic Partnership Council of the Mediterranean
Cooperation Group, dan Joint Chairman of Russia dan perwakilan NATO
dalam NATO Russia Permanent Joint Council. Sekjen juga menjadi Joint
Chairman dalam NATO Ukraine Commission dan bertanggung jawab untuk
mempromosikan serta mengarahkan proses konsultasi dan pembuatan keputusan
kepada seluruh aliansi. Sekjen dapat mengajukan tema diskusi dan keputusan dan
memiliki otoritas untuk menugaskan pejabat-pejabatnya jika ada pertikaian
diantara negara-negara anggota. Ia pun bertanggung jawab untuk mengarahkan staf
internasional dan juga menjabat sebagai principal spokesman dari NATO
dalam hubungan eksternal, dan menjalin komunikasi dengan pemerintah negara
anggota juga dengan media massa.175 Sekjen NATO juga bertanggung jawab untuk
mengarahkan staff internasional secara keseluruhan.
Staf
Internasional bertugas langsung dibawah Sekjen NATO dan beranggotakan dari
masing-masing negara anggota yang bertugas untuk melayani Dewan, Komite dan Working
Groups dari NATO itu sendiri, melayani Dewan Kerjasama Euro-Atlantic,
Dewan Gabungan Permanen NATO-Russia, Komisi NATO Ukraina dan Grup Kerjasama
Mediterranea. Staf ini berperan sebagai sekretaria sekaligus penasihat politik
dan staf operasional dan bekerja berdasarkan berbagai macam isu yang
berhubungan dengan aliansi dan negara partnernya.
Staff
internasional juga mendukung proses consensus-building dan pengambilan
keputusan antara anggota dan negara partner dan bertanggung jawab untuk
persiapan dan follow-up dari pertemuan dan kebijakan yang diambil dari
komite NATO dan institusi lain dalam bentuk kerjasama bilateral ataupun
multilateral dengan negara-negara non-anggota yang ada sejak berakhirnya perang
dingin.
Staf
Internasional membawahi Private Office (PO) yang berisi Legal Adviser
dan Special Adviser untuk permasalahan Eropa Tengah dan Eropa Barat,
termasuk di dalamnya terdapat Partnership for Peace (PfP) yang merupakan
sebuah program kerjasama bilateral antara NATO dan partner kerjasamanya untuk
meningkatkan sabilitas, meminimalisir ancaman, dan memperkuat kerjasama
keamanan diantara mereka.
PfP
bahkan dimasukkan ke dalam pertemuan Lisbon pada bulan November 2010 sebagai
bagian yang fokus dalam membentuk ulang sebuah kebijakan kerjasama yang lebih
efisien dan fleksibel, dan dapat membuka aktivitas kerjasama untuk
mengharmonisasikan program kerjasama yang ada.
2.
Military Structure (Struktur
Militer)
Ada
empat bagian besar di dalam struktur militer NATO yaitu The Military
Committee (komite militer), Strategic Commanders (komando
strategis), International Military Staff (staff militer internasional),
dan Partner Country Representation (perwakilan negara partner).
Komite
Militer di dalam NATO bertugas untuk membantu dan member saran kepada Dewan
Atlantik Utara, DPC dan NPG dalam urusan militer, peran utamanya adalah
menyediakan pengarahan dan saran berkenaan dengan kebijakan dan strategi
militer, juga menyediakan petunjuk tentang permasalahan militer kepada Komando
Strategi NATO.
Terdapat
dua Komando Strategis di dalam NATO, yang pertama dinamai Supreme Allied
Commander Europe (SACEUR) dan yang kedua adalah Supreme Allied Commander
Atlantic (SACLANT). Keduanya bertanggung jawab pada Komite Militer untuk
semua perintah dari semua aliansi militer di area komando mereka.
Staf
Militer Internasional bertanggung jawab untuk merencanakan, mengkaji dan merekomendasikan
kebijakan yang berhubungan dengan permasalahan militer untuk dipertimbangkan
oleh Komite Militer, juga untuk memastikan bahwa kebijakan dan keputusan yang
nantinya berlaku diimplementasikan sebagaimana wajarnya. IMS memiliki beberapa
divisi di bawahnya yaitu: (1) Plans and Policy Division; (2) Operations
Division; (3) Intelligence Division; (4) Cooperation and Regional
Security Division; (5) Logistics, Armaments and Resources Division (LA&R);
(6) NATO Situation Centre; (7) Public Information Adviser; (8) Financial
Controller; (9) NATO HQ Consultation, Control and Communications Staff
(NHQC3S).
Perwakilan
Negara Partner termasuk di dalamnya Partnership for Peace Staff Elements yang
berisikan pejabat-pejabat NATO dan PfP negara partner yang memiliki kapasitas
internasional, berpartisipasi dalam persiapan diskusi politik dan implementasi
keputusan politik yang berhubungan dengan permasalahan militer di dalam
PfP.
3.
Organizations and
Agencies (Organisasi dan Lembaga)
Titik
awal dari terbentuknya organisasi atau lembaga ini adalah piagam yang
menjabarkan tugas dan tanggung jawab NATO sebagai organisasi antar pemerintah.
Badan pengurus biasanya dibentuk untuk mengarahkan pekerjaan sebuah organisasi
baru, dan sebuah instansi sering dibuat untuk melaksanakan aktivitasnya. Dalam
beberapa kasus, lebih dari satu lembaga bekerja dalam kerangka organisasi.
Organisasi NATO dan lembaga meliputi adalah sebagai berikut: (1) Logistics;
(2) Production Logistics; (3) Standardisation; (4) Civil
Emergency Planning; (5) Air Traffic Management; (6) Air Defence;
(7) Airborne Early Warning; (8) Communication and Information Systems;
(9) Electronic Warfare; (10) Meteorology; (11) Military
Oceanography; (12) Research and Technology; (13) Education and
Training; (14) NATO accredited Centres of Excellence; (15) Project
Steering Committees/Project Offices.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
NATO
(North Atlantic Treaty Organization), (Organisasi Pertahanan Atlantic Utara)
merupakan pakta pertahanan yang di bentuk oleh blok barat pada tanggal 4 april
1949 di Washington, Amerika Serikat. Sebanyak 12 negara, yakni Belgia, Kanada,
Denmark, Perancis, Islandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal,
Inggris, dan Amerika Serikat, menandatangani kesepakatan pembentukan NATO. NATO
bertujuan mendukung stabilitas dan keadaan yang lebih baik di kawasan Atlantik
Utara. Kelahiran NATO juga di dasari oleh semakin meluasnya pengaruh Uni Soviet
di Eropa selama Perang Dingin. Kini, NATO beranggotakan 16 negara, setelah
masuknya beberapa negara yakni Yunani dan Turki yang bergabung pada tahun 1952,
Jerman Barat tahun 1955 (Jerman menggantikan Jerman Barat sebagai anggota NATO,
ketika Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu pada tahun 1990) serta Spanyol
yang menjadi anggota NATO pada tahun 1982.
Untuk mengimbangi kekuatan NATO, pada tahun 1955 Uni Soviet membentuk pakta pertahanan yang diberi nama Pakta Warsawa. Pakta Warsawa beranggotakan negara Uni Soviet, Albania, Bulgaria, Cekoslowakia, Jerman Timur, Hongaria, Polandia, dan Rumania
DAFTAR PUSTAKA
jbptunikompp-gdl-irakarmina-29260-9-unikom_i-i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar